Postingan

Ikhlas dan Khusu Sholat Karena Allah.

 Ali bin Abi Thalib r.a. berkata: "Aku pernah duduk bersama Nabi ﷺ bersama sekelompok sahabat. Tiba-tiba datang seorang pria dari pedalaman dan menyapa, "Salam sejahtera untukmu wahai Rasulullah" Ia kemudian melanjutkan, "Allah ﷻ telah memerintahkan kami untuk shalat lima waktu, tapi kami juga diuji dengan dunia dan segala kesulitannya. Demi hakmu wahai Rasulullah ﷺ, kami tidak melaksanakan satu rakaat pun kecuali pikiran kami pasti terisi dengan urusan dunia. Bagaimana Allah ﷻ bisa menerima shalat kami sementara shalat kami terus-terusan tercemari dengan urusan dunia? Ali r.a. menjawab "Ini adalah shalat yg tidak akan diterima Allah dan tidak akan diperhatikan-Nya" Nabi ﷺ lalu bertanya kepada Ali, "Apakah kamu bisa shalat dua rakaat sepenuhnya ikhlas karena Allah tanpa terganggu oleh segala macam pikiran, kesibukan, dan waswas? Kalau bisa, aku akan kasih burdah (kain bergaris untuk selimut) dari Syam untukmu!". Ali menjawab, "Aku bisa melak...

GHIBAH

 Hukum Ghibah. Ghibah menurut Imam Nawawi adalah menyebutkan kejelekan orang lain di saat ia tidak ada saat pembicaraan. (Syarh Shahih Muslim, 16: 129). Dalam Al Adzkar (hal. 597), Imam Nawawi rahimahullah menyebutkan, “Ghibah adalah sesuatu yang amat jelek, namun tersebar dikhalayak ramai. Yang bisa selamat dari tergelincirnya lisan seperti ini hanyalah sedikit. Ghibah memang membicarakan sesuatu yang ada pada orang lain, namun yang diceritakan adalah sesuatu yang ia tidak suka untuk diperdengarkan pada orang lain. Sesuatu yang diceritakan bisa jadi pada badan, agama, dunia, diri, akhlak, bentuk fisik, harta, anak, orang tua, istri, pembantu, budak, pakaian, cara jalan, gerak-gerik, wajah berseri, kebodohan, wajah cemberutnya, kefasihan lidah, atau segala hal yang berkaitan dengannya. Cara ghibah bisa jadi melakui lisan, tulisan, isyarat, atau bermain isyarat dengan mata, tangan, kepala atau semisal itu.” Hukum ghibah itu diharamkan berdasarkan kata sepakat ulama. Ghibah termasuk ...

Al - Wafa Membalas Jasa

 Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memiliki sifat yang sangat mulia, yaitu beliau tidak pernah menolak orang yang meminta. Makanya di dalam Al-Qur’an, sifat dermawan disebutkan dalam beberapa tingkatan: 1 Al-‘Aṭa’ (العطاء): Orang yang memberi ketika diminta, sesuai dengan yang diminta. 2 Al-Karam (الكرم): Orang yang memberi sebelum diminta, bahkan memberikan lebih dari yang diminta. 3 Al-Jud (الجود): Orang yang peka terhadap kebutuhan orang lain tanpa diminta. Misalnya, melihat tetangga tidak memasak karena tidak ada asap dari dapurnya, lalu menawarkan makanan. 4 Al-Itsar (الإيثار): Tingkatan tertinggi dari kedermawanan, yaitu orang yang sendiri dalam kesulitan namun tetap berbagi dengan orang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut sifat al-itsar dalam firman-Nya: …وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ… “Dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” (QS. Al-Hasyr...

Perayaan Tahun Baru adalah Perayaan orang Kafir.

 ⛔ Perayaan Tahun Baru Adalah Hari Raya Orang Kafir Perayaan tahun baru masehi memiliki sejarah panjang. Banyak di antara orang-orang yang ikut merayakan hari itu tidak mengetahui kapan pertama kali acara tersebut diadakan dan latar belakang mengapa hari itu dirayakan. Kegiatan ini merupakan pesta warisan dari masa lalu yang dahulu dirayakan oleh orang-orang Romawi. Mereka (orang-orang Romawi) mendedikasikan hari yang istimewa ini untuk seorang dewa yang bernama Janus, The God of Gates, Doors, and Beeginnings. Janus adalah seorang dewa yang memiliki dua wajah, satu wajah menatap ke depan dan satunya lagi menatap ke belakang, sebagai filosofi masa depan dan masa lalu, layaknya momen pergantian tahun. (G Capdeville “Les épithetes cultuels de Janus” inMélanges de l’école française de Rome (Antiquité), hal. 399-400) Fakta ini menyimpulkan bahwa perayaan tahun baru sama sekali tidak berasal dari budaya kaum muslimin. Pesta tahun baru masehi, pertama kali dirayakan orang kafir, yang nota...

SURGA itu Bertingkat - tingkat

Di antara akidah yang dikabarkan dalam Al-Qur`an dan hadits-hadits yang shahih tentang sifat surga adalah bahwa surga itu banyak dan bertingkat-tingkat. Di antara dalilnya, firman Allah Ta’ala: وَمَنْ يَأْتِهِ مُؤْمِنًا قَدْ عَمِلَ الصَّالِحَاتِ فَأُولَئِكَ لَهُمُ الدَّرَجَاتُ الْعُلَى جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ جَزَاءُ مَنْ تَزَكَّى “Dan barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal shalih, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia), (yaitu) surga-surga ‘Adn yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Dan itu adalah balasan bagi orang yang bersih (dari kekafiran dan kemaksiatan).” (QS. Thaha : 75-76). Dalam ayat ini, digunakan ungkapan لَهُمُ الدَّرَجَاتُ الْعُلَى, yang menunjukkan bahwa surga itu ada beberapa derajat (tingkatan). Ibnu Katsir dalam Tafsirnya menjelaskan: فأولئك لهم الدرجات العلى أيُّ الجَنَّةِ ذَاتَ الدَّرَجَات...

Perbanyak Sholawat di hari Jum'at

Memperbanyak Shalawat Di Hari Jumat Amalan memperbanyak shalawat di hari jum’at juga mungkin banyak dilalaikan oleh kamu muslimin atau mungkin belum diketahui. Amalan tersebut adalah shalawat kepada Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Janganlah kita sampai melalaikan amalan ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, أَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ فَإِنَّ صَلاَةَ أُمَّتِى تُعْرَضُ عَلَىَّ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ ، فَمَنْ كَانَ أَكْثَرَهُمْ عَلَىَّ صَلاَةً كَانَ أَقْرَبَهُمْ مِنِّى مَنْزِلَةً “Perbanyaklah shalawat kepadaku pada setiap Jum’at. Karena shalawat umatku akan diperlihatkan padaku pada setiap Jum’at. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti.” (HR. Baihaqi dalam Sunan Al Kubro. Hadits ini hasan ligoirihi –yaitu hasan dilihat dari jalur lainnya-) Di antara shalawat yang dianjurkan yang dapat kita amalkan adalah: Dalam riwayat Bukhari no. 3370 terdapat lafazh shalawat s...

Jawaban Imam Ali kepada Raja Romawi

 Jawaban Imam Ali bin Abi Thalib as atas Pertanyaan-pertanyaan Kaisar Romawi Semasa pemerintahan Abubakar, Kaisar Romawi mengirim utusannya kepada Abubakar guna mendapatkan jawaban atas berbagai pertanyaan. Utusan itu menemui Abubakar dan mengajukan pertanyaan sebagai berikut; ada seorang lelaki yang: 1. Tidak mengharapkan surga dan tidak pula takut pada neraka. 2. Tidak takut kepada Allah. 3. Tidak rukuk dan tidak pula sujud. 4. Memakan bangkai dan darah. 5. Menyukai fitnah. 6. Memberi kesaksian atas sesuatu yang tidak pernah disaksikannya. 7. Memusuhi kebenaran dan menolaknya. Umar bin Khathab yang hadir di situ berkata, “Perbuatan orang ini tak lain hanya menambah kekufurannya.” Lalu mereka menceritakan pertanyaan kaisar romawi kepada Imam Ali as. Beliau berkata, “Lelaki yang memiliki sifat-sifat itu adalah seorang kekasih (wali) Allah; (1)dan (2), ia tidak mengharapkan surga dan tidak takut neraka tetapi harapannya adalah Allah dan hanya takut kepada Allah tapi tidak merasa tak...